Tips Mencegah Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Dunia Maya

JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi Covid-19, kekerasan gender berbasis online atau KGBO yang dialami remaja perempuan semakin banyak. Korban biasanya mengalami pelecehan seksual lewat akun media sosialnya. Kenali dan pahami jenis kekerasan ini sebagai langkah pencegahan sejak dini.

Adinda (22), warga Jakarta Timur, terkejut ketika tiga orang tidak dikenal mengirim pesan langsung ke akun Instagram dan Line-nya, Jumat (27/11/2020). Ketiga orang itu menanyakannya tentang unggahan tarif ”kencan”.

Asal muasalnya, seseorang tidak dikenal mengaku sebagai Adinda di salah satu aplikasi media sosial anonim Whisper. Orang tersebut mengunggah status kencan dengan tarif Rp 500.000. Pelaku bahkan mengirimkan empat foto Adinda serta ID Line.

”Eh, gila, ini sudah tiga orang yang chat. Gue enggak tahu apa-apa, tiba-tiba ada yang tanya begitu. Mungkin dia (orang tidak dikenal) ambil foto dari Instagram gue. Jadi, pengin hapus akun Line,” ucap Adinda saat menceritakan kejadian yang dialami.

Dinda, begitu sapaannya, belum pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya. Karena itu, dia sebisa mungkin berusaha mencari tahu si penyebar identitas pribadi lewat ketiga orang tersebut.

Kepada orang-orang yang menanyakan soal ”tarif kencan” di akun Line-nya tersebut, Dinda langsung mencoba mencari tahu dari mana mereka bisa mendapatkan informasi tentang orang yang mencoba menyalahgunakan foto-fotonya. ”Siapa yg chat lu? tau org nya? atau dia cuma ngaku2? bisa kasih liat dia ngomong gmn gak? itu gak bisa lacak id atau profile atau apa gitu di akunnya?”, demikian pertanyaan Dinda.

Akan tetapi, upaya Dinda tidak banyak membantu karena sulit melacak seseorang di aplikasi media sosial anonim seperti Whisper. Dinda pun hanya bisa memproteksi akun media sosialnya dan berencana menghapus akun lainnya yang sudah keburu tersebar ke orang-orang yang tak dia kenal.

”IG sudah dikunci. Line belum, ada rencana hapus dan buat baru. Harus lebih hati-hati sama aplikasi apa pun untuk tidak cantumin banyak data pribadi,” katanya.

Apa yang dialami Dinda hanya segelintir dari beragam kasus KGBO. Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan 2020 menyebutkan, dalam kurun waktu 12 tahun (2011-2019), kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen (hampir 800 persen) atau meningkat delapan kali lipat.

Kekerasan terhadap anak perempuan pada 2019 melonjak sebanyak 2.341 kasus dari tahun sebelumnya sebanyak 1.417. Sementara itu, pengaduan kasus kejahatan siber melambung sebanyak 300 persen, dari 97 kasus pada 2018 menjadi 281 kasus pada 2019. Kasus siber terbanyak berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video porno korban.

SAFEnet. lembaga swadaya masyarakat yang kerap mengadvokasi publik dalam kasus perlindungan data pribadi dan serangan di dunia maya, mencatat peningkatan KGBO selama masa pandemi. Tahun lalu ada 60 kasus, 45 di antaranya penyebaran konten intim nonkonsensual. Tahun ini dalam rentang Maret hingga Juni ada 169 kasus penyebaran konten intim nonkonsensual atau melonjak signifikan.

Sama halnya dengan laporan Plan International dalam riset State of the World’s Girls 2020. Perempuan rentan mengalami kekerasan selama pandemi hingga mencapai 27 kali lipat. Sebanyak 58 persen dari 14.000 partisipan (perempuan dan remaja) dari 31 negara mengaku pernah mengalami kekerasan di ranah daring. Kekerasan dominan terjadi di Facebook (39 persen) dan Instagram (23 persen).

Indonesia menjadi salah satu dari 16 negara dengan pengambilan data kualitatif. Ada 500 perempuan dan remaja dari sejumlah provinsi yang terlibat.

Salah satu perempuan berusia 19 tahun dari Indonesia mengatakan acap kali mengalami pelecehan secara daring ataupun di ruang publik. Situasi tersebut membuatnya tidak nyaman karena seperti terkekang.

”Saya sering menghadapi pelecehan, baik secara online maupun di muka publik. Ini membuat saya merasa tidak aman karena setiap saat, apa pun yang saya lakukan di media sosial, orang-orang terus berkomentar. Saya merasa tidak bisa mengutarakan diri secara bebas,” tutur perempuan yang anonim itu.

Kondisi di atas membuat KGBO menjadi salah satu perhatian dalam peringatan 16 hari anti-kekerasan terhadap perempuan. Peringatan tersebut berlangsung 25 November hingga 10 Desember.

Mitigasi

SAFEnet dalam buku panduan Memahami dan Menyikapi Kekerasan Gender Berbasis Online menyebutkan, setidaknya ada delapan bentuk KGBO, yakni pendekatan untuk memperdaya, pelecehan online, peretasan, konten ilegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto/video pribadi, pencemaran nama baik, dan rekrutmen online.

KGBO juga dapat masuk ke ruang publik ketika korban atau penyintas mengalami kombinasi penyiksaan fisik, seksual, dan psikologis, baik secara daring maupun langsung di dunia nyata.

Untuk itu, ada empat hal mendasar untuk mitigasi KGBO. Keempatnya ialah memahami arti privasi dan penerapannya, persetujuan penggunaan data pribadi sebagai sumber informasi, ekosistem digital, serta karakteristik platform digital.

Kepala Sub-Divisi Digital At-Risks SAFEnet Ellen Kusuma, dalam siaran langsung Instagram Awas Kekerasan Berbasis Jender Online Terus Mengintai Plan Indonesia dan Awas KGBO!, menuturkan, jejak digital yang abadi bisa menjadi bom waktu yang merugikan sehingga perlu memahami empat hal mendasar itu.

Misalnya persetujuan akses data sebagai identifikasi informasi pribadi. Kasus penyalahgunaan ini sering terjadi pada korban pinjaman daring. Pemberi pinjaman memanfaatkan foto bugil peminjam sebagai jaminan.

Ketika pembayaran macet, foto itu menjadi senjata untuk mengancam ataupun menyebarkan ke kontak yang ada di gawai korban. Pemberi pinjaman lewat aplikasi pihak ketiga telah memperoleh akses ke kontak di dalam gawai korban sebagai salah satu syarat pinjaman.

”Data mudah disebar ke berbagai platform sekaligus. Kurang dari 10 detik dengan beberapa kali klik sehingga pertimbangkan izin akses data pribadi,” ucap Ellen.

SAFEnet dan jejaring dalam laman Awas KGBO menyediakan konsultasi dan pendampingan dalam kasus terkait. Di sisi lain, menggencarkan edukasi lewat buku panduan terkait, kelas daring, dan roadshow supaya publik lebih memperhatikan isu itu.

Yayasan Pulih dalam lamannya juga membagikan sejumlah langkah preventif, mulai dari bijak menggunakan internet hingga menjaga keamanan akun pribadi supaya tidak mudah diretas ataupun disalahgunakan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Berikut langkah-langkah tersebut. Pertama, gunakan beberapa akun untuk memisahkan hal pribadi dan hal yang layak dibagikan kepada publik. Tujuannya, melindungi diri dan meminimalkan kemungkinan penyalahgunaan informasi.

Kedua, atur dan cek ulang pengaturan privasi akun jejaring sosial, seperti mem-private akun, menyertakan atau tidak menyertakan nama lengkap, foto, nomor kontak, dan lokasi. Jangan lupa pastikan kekuatan dan kerahasiaan password. Pertimbangkan tingkat kesulitan dan simpan dengan teliti untuk menghindari peretasan dan penyalahgunaan akun.

Ketiga, pastikan menggunakan aplikasi pihak ketiga yang tepercaya. Periksa jelas aturan dan kebijakan pengambilan dan penggunaan data pribadi, seperti akses kamera, kontak, penyimpanan, dan lokasi.

Keempat, hindari berbagi live location karena orang lain bisa melacak keberadaan kita dengan mudah. Dari situ menjadi pintu lebar untuk pelaku tindak kejahatan.

Terakhir, berhati-hati dengan link atau URL yang janggal. Periksa sebelum membukanya karena bisa mengarahkan ke situs-situs berbahaya yang dapat mencuri data pribadi tanpa disadari.

Artikel ini sudah dimuat di Kompas.id dengan judul Tips Mencegah Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Dunia Maya

Related Posts